Selasa, 12 Januari 2016

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN KALA III PADA IBU HAMIL


ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN KALA III
PADA IBU HAMIL


Oleh:
Ulva Fawzia (070.01.01.14)



AKADEMI KEBIDANAN BINA HUSADA TANGERANG
2015



Fisiologi kala III dan Kebutuhan Persalinan Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan akan terjadi :
1.      Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri.
2.      Tali pusat memanjang atau terjulur keluar melalui vagina atau vulva.
3.      Adanya semburan darah secara tiba-tiba kala III , berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri  agak di atas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit sampai 15 menit. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II adalah pedarahan akibat atonia uteria retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang uter- plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi sangat kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat menebal dan kemudian lepas dari dinding rahim. Setalah lepas plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau kedalam vagina (Depkes RI, 2007).

Kebutuhan ibu pada kala III
Penatalaksanan aktif  kala III bagi semua ibu melahirkan yaitu : pemberian oksitosin, penegangan tali pusat masase uterus setelah segera lahir agar tetap kontraksi, pemeriksaan rutin plasenta dan selaput ketubanya ; pemeriksaan rutin pada vagina dan perineum untuk mengetahui adanya laserasi dan luka ; pemberian hidrasi pada ibu, pencegahan infeksi dan menjaga privasi.

Mekanisme pelepasan plasenta
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal : perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri, dimana setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah uterus berbentuk  segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengalah kesisi kanan) ; tali pusat memanjang, dimana tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld) ; semburan darah tiba-tiba, dimana darah terkumpul di belakang plasenta  akan membantu mendorong plasenta di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang keluar. (Depkes RI,2007)
Pengawasan perdarahan

Menejemen aktif  kala III
Penatalaksaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan terjadinya pendarahan paska persalina. Penatalaksaan aktif  kala III meliputi:
1.      Pemberian oksitosin dengan segera
2.      Pengendalian tarikan pada tali pusat dan
3.      Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir

Penanganan
1.      Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat plasenta :
a.       Oksitosin dapat diberikan 2 menit setelah kelahiran bayi
b.      Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang puting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin 0,2 mg I.M.

2.      Lakukan peregangan tali pusat terkendali atau PTT ( CCT atau Controlet Cord Traction)  dengan cara :
a.       Satu tangan di letakan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan menggerakan dorso kranial – kearah belakang dan kearah kepala ibu.
b.      Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6 cm dengan vulva.
c.       Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
d.      Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.

3.      PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibi dapat juga memberitahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
4.      Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakan tangn atau klem pada tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan kebawah dan keatas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
5.      Segera setelah plasenta dan selaputnya di keluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan pencegah perdarahan pascapersalinan. Jika uterus tidak berkontraksi kuat selama 10 – 15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 2 menit, ikuti protokol untuk perdarahan pascapersalinan.
6.      Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit, memberikn oksitosin 10 unit I.M. dosis kedua, dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
7.      Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit :
a.       Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh
b.      Periksa adanya tanda tanda pelepasan plasenta
c.       Berikan oksitosin 10 menit IM dosis ke 3 dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama
d.      Siapkan rujukan jika tidak ada tanda – tanda pelepasan plasenta
8.      Periksa wanita tersebut secara saksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.

Yang perlu diperhatikan :
Jika uterus bergerak kebawah waktu tali pusat ditarik, hentikan! Plasenta mungkin belum terlepas dan terjadi inversio uteri.
Jika uterus lembek/tidak berkontraksi bisa terjadi perdarahan.
Menunggu beberapa menit kemudian periksa lagi apakah plasenta sudah terlepas.

Contoh perdarahan pada kala III :

a.       Atonia uteri
Adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
Ujung pembuluh darah ditempat implantasi akan terbuka sesaat setelah plasenta dilepaskan, sekitar 350-500 ml darah/menit akan keluar melalui ujung pembuluh darah tersebut, penghentian perdarahan dari bekas tempat implantasi plasenta hanya dapat terjadi jika anyaman miometrium menjepit pembuluh darah yang berjalan diantara anyaman tersebut, atonia atau hipotania membuat mekanisme penjepitan tersebut gagal berfungsi.
Atonia uteri berkaitan dengan : kapasitas uterus jauh lebih besar dari normal (polihidramnion, hamil kembar, makrosomia, kala I atau kala II yang memanjang partuspresiitatus, induksi atau akselepersalinan, infeksi inta partum, grandemultipara, penggunaan tokolitik (misalnya : mgso4) atau narkose (misalnya : ether).

Penanganan :
Jika terdapat tanda tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut,blakuan uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan semua tindakan diatas telah dilakukan, lakukan : kompresi bimanual interna; kompresi aorta abdominalis; jika perdarah terus berlanjut setelah dilakukan kompresi; lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika; lakukan histerekstomi, jika terjadi perdarahan yang mengancam dijiwa setelah ligasi.

b.      Retensio Plasenta
Adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio berulang (habitual retensio plasenta), plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan, infeksi karena benda mati, dapat terjadi plasenta incarserata, polip plasenta, degenerasi ganas khoriokarsinum.
Penanganan :
Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah Ibu untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih, jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang dapat memperlambat pengeluaran plasenta..
Jika plasenta belu dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika tali pusat terkendali belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
Jika perdarahan terus berlangdung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan antibiotik untuk metritis.
Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraaksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tehnik yang serupa dengan tehnik yang digunakan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tidak keluar : keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau curet besar, jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.

Yang perlu diingat sekitar 60% dari perdarahan pasca persalinan terjadi pada Ibu tanpa resiko yang dapat dikenali sebelumnya, senantiasa siap untuk menghadapi atonia uteri/perdarahan pasca persalinan manajemen aktif kala III merupakan upaya profilaksis komplikasi perdarahan.



Pemeriksaan plasenta selaput ketuban dan tali pusat
Sambil tangan kiri melakukan masase pada fundus uteri, periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa kotiledon dan selaput ketuban udah lahir lengkap , dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.

Pemantauan : kontraksi, robekan jalan lahir dan perineum ; tanda vital : hygiene
Memeriksa apakah ada robekan pada introitus vagina dan perineum yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan. Periksa kembali uterus tanda perdarahan pervagina, pastikan kontraksi uterus baik.
Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan tanda vital ibu 2-3 kali dalam 10 menit pertama; setiap 15 menit pada 1 jam pertama; setiap 20 sampai 30 menit pada jam ke dua ; pastikan kontraksi uterus, bila kontraksi uterus tidak baik lakukan masase uterus dan beri metil ergometrin 0,2 mg intramuskular.
Mengajarkan ibu/keluarga untuk memeriksa atau merasakan uterus  yang memiliki kontraksi baik dan mengajarkan untuk melakukan masase uterus apabila kontraksi uterus tidak baik.
Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi kemudian memeriksa tekanan darah dan nadi ibu kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam ke dua pasca persalinan.

Referensi :

Rukiyah, dkk (2012) Asuhan Kebidanan II (persalinan). Jakarta : TIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar