ASUHAN
KEBIDANAN PERSALINAN KALA III
PADA IBU
HAMIL
Oleh:
Ulva
Fawzia (070.01.01.14)
AKADEMI KEBIDANAN BINA
HUSADA TANGERANG
2015
Fisiologi kala
III dan Kebutuhan Persalinan Kala III
Dimulai segera
setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari
30 menit dan akan terjadi :
1.
Perubahan bentuk uterus
dan tinggi fundus uteri.
2.
Tali pusat memanjang
atau terjulur keluar melalui vagina atau vulva.
3.
Adanya semburan darah
secara tiba-tiba kala III , berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Setelah bayi
lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri
agak di atas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit
sampai 15 menit. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.
Komplikasi yang dapat timbul pada kala II adalah pedarahan akibat atonia uteria
retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.
Tempat implantasi
plasenta mengalami pengerutan
akibat pengosongan kavum uteri
dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan
pengumpulan darah pada ruang uter-
plasenter akan mendorong
plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi sangat kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat menebal dan kemudian lepas
dari dinding rahim. Setalah lepas plasenta akan turun kebagian bawah uterus
atau kedalam vagina (Depkes RI, 2007).
Kebutuhan ibu
pada kala III
Penatalaksanan
aktif kala III bagi semua ibu melahirkan
yaitu : pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat masase uterus setelah segera lahir agar tetap kontraksi,
pemeriksaan rutin plasenta dan selaput ketubanya ; pemeriksaan rutin pada vagina dan perineum untuk mengetahui
adanya laserasi dan luka ; pemberian hidrasi pada ibu, pencegahan infeksi dan
menjaga privasi.
Mekanisme
pelepasan plasenta
Tanda-tanda
lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal : perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri, dimana setelah bayi
lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat (seringkali mengalah kesisi kanan) ; tali pusat
memanjang, dimana tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda
Ahfeld) ; semburan darah tiba-tiba, dimana darah terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta di bantu
oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam
ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang keluar. (Depkes RI,2007)
Pengawasan
perdarahan
Menejemen
aktif kala III
Penatalaksaan
aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan
terjadinya pendarahan paska persalina. Penatalaksaan aktif kala III meliputi:
1.
Pemberian oksitosin
dengan segera
2.
Pengendalian tarikan
pada tali pusat dan
3.
Pemijatan uterus segera
setelah plasenta lahir
Penanganan
1.
Memberikan oksitosin
untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat plasenta :
a.
Oksitosin dapat
diberikan 2 menit setelah kelahiran bayi
b.
Jika oksitosin tidak
tersedia, rangsang puting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan
oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin 0,2 mg I.M.
2.
Lakukan peregangan tali
pusat terkendali atau PTT ( CCT atau Controlet Cord Traction) dengan cara :
a. Satu
tangan di letakan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan menggerakan dorso kranial –
kearah belakang dan kearah kepala ibu.
b. Tangan
yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6 cm dengan vulva.
c. Jaga
tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
d. Selama
kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam
tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
3.
PTT dilakukan hanya
selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibi dapat
juga memberitahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang
tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan
melakukan PTT. Ulangi langkah langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta
terlepas.
4.
Begitu plasenta terasa
lepas, keluarkan dengan menggerakan tangn atau klem pada tali pusat mendekati
plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan kebawah dan keatas sesuai dengan
jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta
searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
5.
Segera setelah plasenta
dan selaputnya di keluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini
dapat mengurangi pengeluaran darah dan pencegah perdarahan pascapersalinan.
Jika uterus tidak berkontraksi kuat selama 10 – 15 detik, atau jika perdarahan
hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak
teratasi dalam waktu 2 menit, ikuti protokol untuk perdarahan pascapersalinan.
6.
Jika menggunakan
manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit, memberikn
oksitosin 10 unit I.M. dosis kedua, dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian
oksitosin dosis pertama.
7.
Jika menggunakan
manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit :
a. Periksa
kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh
b. Periksa
adanya tanda tanda pelepasan plasenta
c. Berikan
oksitosin 10 menit IM dosis ke 3 dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian
oksitosin dosis pertama
d. Siapkan
rujukan jika tidak ada tanda – tanda pelepasan plasenta
8.
Periksa wanita tersebut
secara saksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki
episiotomi.
Yang
perlu diperhatikan :
Jika
uterus bergerak kebawah waktu tali pusat ditarik, hentikan! Plasenta mungkin
belum terlepas dan terjadi inversio uteri.
Jika
uterus lembek/tidak berkontraksi bisa terjadi perdarahan.
Menunggu
beberapa menit kemudian periksa lagi apakah plasenta sudah terlepas.
Contoh
perdarahan pada kala III :
a.
Atonia uteri
Adalah
suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
Ujung
pembuluh darah ditempat implantasi akan terbuka sesaat setelah plasenta dilepaskan,
sekitar 350-500 ml darah/menit akan keluar melalui ujung pembuluh darah
tersebut, penghentian perdarahan dari bekas tempat implantasi plasenta hanya
dapat terjadi jika anyaman miometrium menjepit pembuluh darah yang berjalan
diantara anyaman tersebut, atonia atau hipotania membuat mekanisme penjepitan
tersebut gagal berfungsi.
Atonia
uteri berkaitan dengan : kapasitas uterus jauh lebih besar dari normal
(polihidramnion, hamil kembar, makrosomia, kala I atau kala II yang memanjang
partuspresiitatus, induksi atau akselepersalinan, infeksi inta partum,
grandemultipara, penggunaan tokolitik (misalnya : mgso4) atau narkose (misalnya
: ether).
Penanganan
:
Jika
terdapat tanda tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut,blakuan
uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan semua
tindakan diatas telah dilakukan, lakukan : kompresi bimanual interna; kompresi
aorta abdominalis; jika perdarah terus berlanjut setelah dilakukan kompresi;
lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika; lakukan histerekstomi, jika terjadi
perdarahan yang mengancam dijiwa setelah ligasi.
b.
Retensio Plasenta
Adalah
terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio berulang (habitual retensio
plasenta), plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan,
infeksi karena benda mati, dapat terjadi plasenta incarserata, polip plasenta,
degenerasi ganas khoriokarsinum.
Penanganan
:
Jika
plasenta terlihat dalam vagina, mintalah Ibu untuk mengedan, jika anda dapat
merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut, pastikan kandung
kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih, jika
plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan
kontraksi uterus yang tonik, yang dapat memperlambat pengeluaran plasenta..
Jika
plasenta belu dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa
berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika tali pusat
terkendali belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara
manual.
Jika
perdarahan terus berlangdung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati.
Jika
terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan
antibiotik untuk metritis.
Sewaktu
suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraaksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tehnik yang serupa dengan tehnik
yang digunakan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tidak keluar : keluarkan
sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau curet besar, jika perdarahan
berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.
Yang
perlu diingat sekitar 60% dari perdarahan pasca persalinan terjadi pada Ibu
tanpa resiko yang dapat dikenali sebelumnya, senantiasa siap untuk menghadapi
atonia uteri/perdarahan pasca persalinan manajemen aktif kala III merupakan
upaya profilaksis komplikasi perdarahan.
Pemeriksaan plasenta
selaput ketuban dan tali pusat
Sambil
tangan kiri melakukan masase pada fundus uteri, periksa bagian maternal dan
bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa kotiledon dan
selaput ketuban udah lahir lengkap , dan masukan kedalam kantong plastik yang
tersedia.
Pemantauan : kontraksi,
robekan jalan lahir dan perineum
; tanda vital : hygiene
Memeriksa
apakah ada robekan pada introitus vagina dan perineum yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan. Periksa kembali uterus tanda
perdarahan pervagina, pastikan kontraksi uterus baik.
Lanjutkan pemantauan terhadap
kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan tanda vital ibu 2-3 kali
dalam 10 menit pertama; setiap 15 menit pada 1 jam pertama; setiap 20 sampai 30
menit pada jam ke dua ; pastikan kontraksi uterus, bila kontraksi uterus tidak
baik lakukan masase uterus dan beri metil ergometrin 0,2 mg intramuskular.
Mengajarkan
ibu/keluarga untuk memeriksa atau merasakan uterus yang memiliki kontraksi baik dan mengajarkan
untuk melakukan masase uterus apabila kontraksi uterus tidak baik.
Mengevaluasi
jumlah perdarahan yang terjadi kemudian memeriksa tekanan darah dan nadi ibu
kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap
30 menit selama jam ke dua pasca persalinan.
Referensi :
Rukiyah, dkk (2012) Asuhan Kebidanan II (persalinan). Jakarta : TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar